Berbeda dengan cerpen yang telah anda pelajari di atas, puisi merupakan karangan yang mengutamakan majas dan mengutamakan irama.
a. Majas (figurative language) adalah bahasa kias yang dipergunakan untuk menciptakan kesan tertentu bagi penyimak atau pembacanya. Untuk menimbulkan pesan-kesan tersebut, bahasa yang dipergunakan itu berupa perbandingan, Pertentangan, perulangan, dan sebagainya.
b. Irama (musikalitas) adalah alunan bunyi yang teratur dan berulahg-ulang. Irama berfungsi untuk memberi jiwa pada kata-kata dalam sebuah puisi yang pada akhirnya dapat membangkitkan emosi tertentu: sedih, kecewa, marah, rindu, dan sebagainya.
Simaklah puisi berikut. Mintalah teman Anda untuk membacakannya.
Hujan Bulan Juni
Oleh Sapardi Djoko Damono
ta ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yag tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Terdapat dua majas yang dominan dalam puisi di atas.
a. Majas personifikasi adalah majas yang membandingkan benda-benda tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia. Yang dibandingkan dalam puisi itu adalah hujan. Hujan memiliki sikap tabah, bijak dan arif. Sifat-sifat itu biasanya dimiliki manusia.
b. Majas paralelisme, adalah majas perulangan yang tersusun dalam baris yang berbeda. Kata yang mengalami perulangan dalam puisi itu adalah tak ada yang lebih. Kata-kata itu berulang pada setiap baitnya.
Irama puisi itu harus diekspresikan dengan lembut sebagai perwujudan dari rasa kagum dan simpati. Hal ini tampak pada kata-kata pujian yang ditujukan pada “hujan bulan juni” yang bersikap tabah, bijak dan arif.
1. Penggunaan Kata-kata Konotasi
Kata konotasi adalah kata yang bermakna tidak sehenarnya. Kata itu telah mengalami penambahan, baik itu berdasarkan pengalaman, kesan, imajinasi dan sebagainya.
Perhatikan kembali puisi ” Hujan Bulan Juni” di atas. Kata-kata yang bermakna konotasi dalam puisi tersebut adalah sebagai berikut.
Kata | Makna | |
Dasar | Tambahan | |
1. Hujan 2. Rintik 3. Pohon berbunga 4. Jejak-jejak kaki 5. Jalan 6. Diserap 7. Akar | Air yang turun dari langit Titik percik air Pohon yang memiliki bunga Tapak Tempat untuk melintas Masuk ke dalam liang kecil Bagian terbawah dari pohon | Perbuatan baik Sesuatu yang kecil. namun banyak Kehidupan yang balk, yang Manjanjikan Pengalaman hidup Alur kehidupàn Dimanfaatkan Awal kehidupan |
2. Kata-kata Berlambang
Lambang atau symbol adalah sesuaru seperti gambar, tanda, ataupun kata yang menyatakan maksud rertentu. Misalnya, rantai dan padi kapas dalam gambar Garuda Pancasila. tunas kelapa scbagai lambang Pramuka. Lambang-lambang itu menyatakan anti tertentu. Rantai bermakna persatuan dan kesatuan Indonesia, padi kapas perlambang ‘kesejahteraan dan kemakmuran’. Tunas kelapa berarti anggota Pramuka yang diharapkan menjadi generasi yang berguna hidupnya bagi nusa dan bangsa.
Lambang-lambang seperti itu sering digunakan penyair dalam puisinya. Hal itu seperti yang tampak datam puisi “Hujan Bulan Juni”, Lambang-lamhang itu, misalnya, dinyatakan dengan kata hujan dan bunga. Hujan merupakan perlambang bagi ‘kebaikan’ ataupun ‘kesuburan’. Sementara itu, bunga bermakna ‘keindahan’. -
3. Terna dan Maksnd Puisi
Tema adalah pokok persoalan yang akan diungkapkan oleh penyair. Pokok persoalan atau pokok pikiran itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasanpengucapannya. Jika desakan yang kuat itu berupa hubungan penyair dengan Tuhan, maka puisinya bertema ketuhanan. Jika desakan yang kuat itu berupa rasa belas kasih atau kemanusiaan, maka puisi yang akan terlahir adalah puisi yang bertema kemanusiaan. Jika yang kuat adalah dorongan untuk memprotes ketidakadilan, maka tema puisinya adalah protes dan kritik social. Perasaan saying atau patah hati yang kuat juga dapat melahirkan tema cinta atau tema kedukaan hati.
Tema tersirat dalam keseluruhan isi puisi. Persoalan-persoalan yang diungkapkannya itu merupakan penggambaran suasana batin. Tema tersebut bias pula berupa response penyair terhadap kenyataan social budaya sekitarnya. Dalam hal ini puisi berperan sebagai sarana protes atau pun sebagai ungkapan simpati dan keprihatinannya pnyair terhadap lingkungan dan masyarakatnya.
Perhatikan puisi berikut!
Gadis Peminta-minta
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkalang kecil
Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayang riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bias membagi dukaku
Kalau kau mati gadis kecil berkaleng kecil
Buah di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda
(Toto Sudarto Bachtiar)
Tema kemanusiaan itulah yang melingkup puisi di atas. Penyair dalam puisinya itu bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat manusia dan bermaksud meyakinkan pembacanya bahwa setiap manusia memiliki martabat yang sama. Perbedaan kekayaan, pangkat, dan kedudukan seseorang, tidak boleh menjadi sebab adanya pembedaan perlakuan terhadap kemanusiaan seseorang. Seperti dalam puisi tersebut, penyair membela martabat kemanusiaan gadis peminta-minta yang disebutnya sebagai gadis kecil berkaleng kecil.
Jika kebanyakan orang menganggap bahwa pengemis kecil yang meminta-minta di pinggir jalan sebagai sampah masyarakat, sebagai manusia yang tidak berharga, maka penyair mengatakan dengan tegas bahwa martabat kemanusiaan gadis peminta-minta itu sama derajatnya dengan martabat manusia yang lain. Martabatnya lebih tinggi dari menara katedral. Bahkan, menurut penyair, jika gadis kecil ini mati, Kota Jakarta akan kehilangan jiwa sebab dunianya tidak mempunyai tanda lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar